Cucu-cucu Rasulullah SAW
Ali dan Umamah binti Abul Ash RA
Dari pernikahan Zainab dan Abul Ash bin Rabi, Rasulullah SAW mempunyai dua orang cucu. Yang pertama adalah lelaki yang diberi nama Ali. Diriwayatkan bahwa ketika memasuki kotaMakkah dalam Fathul Makkah, beliau menunggang unta bersama Ali. Yang dimaksudkan adalah Ali tersebut adalah cucu beliau ini. Ali meninggal menjelang usia dewasanya, beberapa waktu setelah kewafatan ibunya, Zainab.
Anak keduanya adalah seorang perempuan yang diberi nama Umamah RA. Sewaktu masih kecil, Nabi SAW sering bermain-main dengan cucunya ini. Diriwayatkan bahwa ketika beliau sedang sujud dalam shalat, Umamah kecil sering menaiki punggung beliau, dan beliau membiarkannya berlama-lama sujud, baru menurunkannya ketika beliau akan bangkit dari sujud. Ia dinikahi oleh Ali bin Abi Thalib setelah wafatnya Fatimah az Zahrah, bibinya sendiri. Menurut riwayat, sebelum kematiannya, Fatimah berpesan kepada suaminya, agar sepeninggalnya ia menikahi keponakannya sendiri, Umamah. Tetapi dari pernikahannya ini, Umamah tidak mempunyai anak keturunan.
Setelah wafatnya Ali, Umamah menikah dengan Mughirah bin Naufal. Dari pernikahannya ini ia mempunyai seorang anak yang diberi nama Yahya, tetapi tidak banyak penjelasan tentang putra Umamah ini, bahkan terjadi perbedaan dalam riwayatnya.
Umamah wafat pada tahun 50 hijriah.
Abdullah bin Utsman RA
Dari pernikahan Ruqayyah dan Utsman bin Affan, Nabi SAW mempunyai seorang cucu lelaki yang diberi nama Abdullah. Abdullah ini lahir ketika mereka sedang berhijrah di Habasyah, dan ia meninggal ketika masih kecil, yakni berusia 6 tahun di Madinah. Sedangkan pernikahan Ummu Kultsum dan Utsman tidak mempunyai anak, karena pernikahan mereka hanya berlangsung beberapa bulan saja.
Hasan bin Ali bin Abi Thalib RA
Hasan adalah putra pertama Fatimah dan Ali bin Abi Thalib, ia lahir setelah dua tahun pernikahan mereka, yakni pada tahun 3 hijriah. Ia baru berusia 7 tahun lebih beberapa bulan ketika Rasulullah SAW wafat, tetapi ia telah meriwayatkan beberapa hadits dari Nabi SAW. Setidaknya terdapat 13 hadits yang diriwayatkan dari jalan cucu Raulullah SAW ini.
Suatu ketika ia berjalan-jalan bersama Rasulullah SAW, melewati setumpuk buah kurma hasil sedekah. Hasan mengambil satu kurma dan memakannya, segera saja Nabi SAW berseru, "Akh, akh…!"
Kemudian beliau mengambil kurma tersebut dari mulut Hasan. Kemudian beliau bersabda, "Kita tidak boleh memakan harta sedekah."
Ia belajar shalat limawaktu dan beberapa shalat lainnya dari Nabi SAW, padahal saat itu ia masih anak-anak. Ia juga diajarkan Nabi SAW, doa untuk shalat witir, yaitu doa yang saat ini terkadang dibaca sebagai doa qunut pada shalat subuh. Hasan juga sering melaksanakan ibadah haji dengan berjalan kaki, tidak mengendarai untanya. Ketika kebiasaannya ini ditanyakan, ia menjawab, "Setelah mati nanti, saya merasa malu jika bertemu dengan Allah, sedangkan saya belum pernah mengunjungi rumahNya dengan berjalan kaki."
Husein bin Ali bin Abi Thalib RA
Husein bin Ali lahir setahun setelah kakaknya, Hasan. Ia masih berusia 6 tahun beberapa bulan ketika Nabi SAW wafat. Tetapi seperti kakaknya, ia juga meriwayatkan beberapa Hadits, setidaknya ada 8 hadits yang diriwayatkan dari jalan Husein ini.
Diriwayatkan bahwa Husein telah melaksanakan ibadah haji dengan berjalan kaki sebanyak 25 kali. Ia juga selalu istiqamah dalam menjalankan ibadah dan rajin bersedekah.
Zainab binti Ali bin Abi Thalib RA
Zainab adalah putri ke tiga Fatimah dan Ali bin Abi Thalib. Ia menikah dengan saudara sepupunya sendiri, Abdullah bin Ja'far, dan mempunyai dua orang anak, Abdullah dan Aun, tetapi keduanya meninggal sebelum masa dewasanya, ketika kedua orang tuanya masih hidup.
Setelah Zainab meninggal, suaminya menikah dengan saudara kandungnya, Ummu Kultsum. Ummu Kultsum sendiri adalah janda dari saudara Abdullah, Muhammad bin Ja'far.
Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib RA
Ummu Kultsum adalah putri ke empat Fatimah dan Ali bin Abi Thalib, iamenikah dengan Khalifah Umar bin Khaththab. Dari pernikahannya ini ia mempunyai seorang anak yang diberi nama Zaid bin Umar. Setelah Umar meninggal, ia menikah dengan Aun bin Ja'far, dan mempunyai seorang anak perempuan, tetapi meninggal ketika masih kecil. Setelah Aun meninggal, ia menikah lagi dengan Muhammad bin Ja'far, saudara Aun. Setelah Muhammad meninggal, ia menikah lagi dengan Abdullah bin Ja'far, saudara Aun juga.
Saat menjadi istri Abdullah ini, Ummu Kultsum mengalami sakit, yang akhirnya membawa ajalnya. Pada hari wafatnya ini, putranya, Zaid bin Umar meninggal juga sehingga keduanya diberangkatkan ke makam bersama-sama.
Jadi, setelah pernikahannya dengan Umar bin Khaththab, Ummu Kultsum menikah dengan tiga orang putra Ja'far bin Abi Thalib, yang masih sepupunya sendiri, secara berturut-turut. Pertama dengan Aun bin Ja'far, kemudian Muhammad bin Ja'far dan Abdullah bin Ja'far. Sebelumnya, Abdullah bin Ja'far adalah suami saudara kandungnya sendiri, Zainab binti Ali, yang telah meninggal sebelumnya.
Ketika menjadi istri Umar bin Khaththab, suatu malam, suaminya yang menjabat sebagai khalifah itu tergesa-gesa membangunkannya dari tidur dan berkata, "Wahai istriku, sesungguhnya Allah SWT membuka jalan bagimu, jalan yang mulia di sisi Allah, agar engkau memperoleh peluang berbuat kebaikan malam ini."
"Apa maksudmu, wahai Amirul Mukminin," Tanya Ummu Kultsum terkejut, sekaligus penuh harap.
Memang telah menjadi kebiasaan Umar meronda malam untuk melihat keadaan umat Islam. Ia selalu khawatir kalau umat yang dipimpinnya ini mengalami kesusahan tanpa ia bisa membantunya. Dan malam itu ia menemukansuatu keadaan yang memerlukan campur tangan istrinya. Ia berkata, "Dengarlah wahai istriku, di padang sebelah sana terdapat sebuah kemah tua, yang di dalamnya ada seorang wanita yang akan melahirkan tanpa seorangpun yang merawat dan membantunya. Ia sangat kesakitan, tolonglah engkau membantunya dalam proses persalinannya!"
Sebenarnya mudah saja bagi Umar menyuruh dan memerintahkan Ummu Kultsum untuk membantu persalinan wanita itu. karena ia sebagai suami sekaligus khalifah. Tetapi bagaimanapun istrinya ini adalah seorang cucu dari orang yang sangat dikasihinya, Nabi SAW, apalagi Fatimah adalah putri kesayangan beliau. Ia tidak ingin mengatakan sesuatu yang juga akan menyakiti hati Rasulullah SAW. Kemuliaan nasab itu pulalah yang tampak dalam jawaban istrinya, "Wahai suamiku, sudah menjadi kewajibanku untuk menyempurnakan hasrat dan kesucian hatimu, aku bersedia untuk membantu dan merawatnya."
Mereka bergegas menuju padangdimana kemah itu berada sambil membawa peralatan dan bekal makanan yang diperlukan. Sementara Ummu Kultsum membantu persalinan, Umar menyalakan api dan memasak makanan bagi dua pengembara tersebut. Tak lama berselang, terdengar seruan istrinya, "Ya Amirul Mukminin, ucapkanlah tahniah (selamat) kepada saudaramu itu, karena ia memperoleh seorang anak laki-laki."
Mendengar ucapan dari dalam kemah tersebut, si lelaki jadi terkejut. Tidak disangkanya kalau yang bersusah payah membantunya ini ternyata Umar, Amirul Mukminin yang sempat diacuhkannya. Umar meminta istrinya membawa masuk, makanan bagi sang ibu baru tersebut. Dan terhadap si lelaki yang tampak terkejut, ia berkata, "Tidak mengapa wahai Saudara, janganlah kedudukanku ini membebani perasaanmu. Datanglah besok menemuiku, aku akan mencoba menolongmu!"
Setelah semuanya selesai, Umar dan Ummu Kultsum berpamitan.