Suhail Bin Amr Ra

Suhail bin Amr adalah seorang yang mempunyai kemuliaan dan kedudukan tinggi di kalangan kaum Quraisy. Dia ditunjuk mewakili kaum musyrikin Makkah ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah dengan Nabi SAW, dan dengan pongahnya ia menolak ketika Nabi SAW meminta perjanjian itu dibuka dengan "Bismillahirrahmanirrahiim." Ia berkata, “Demi Allah aku tidak tahu, siapa itu Ar Rahman? Tetapi tulislah, Bismika Allahumma…!!”

Nabi SAW mengalah, begitu juga ketika Ali bin Abi Thalib, penulis perjanjian itu menulis nama, "Muhammad, utusan Allah." Segera saja Suhail berkata, “Andaikata kami tahu (yakin) bahwa engkau Rasul Allah,, kami tidak akan menghalangimu masuk Masjidil Haram dan tidak pula memerangimu. Karena itu tulislah : Muhammad bin Abdullah!!”

Ali menolak untuk mengubahnya, tetapi Nabi SAW mengalah dan memerintahkan Ali untuk menggantinya seperti permintaan Suhail. Kemudian beliau bersabda, “Bagaimanapun aku adalah Rasul Allah sekalipun kalian semua mendustakan aku!!”

Sikapnya itu sangat disesalinya ketika kemudian ia menjadi Islam dan mengikuti Haji Wada' bersama Rasulullah SAW. Di Mina, Suhail menyerahkan unta kurbannya kepada Nabi SAW, dan beliau sendiri yang menyembelihnya. Suhail memunguti dan mengumpulkan rambut Rasulullah SAW waktu tahallul, sambil menangis dan bertobat, menyesali perbuatannya saat perjanjian Hudaibiyah tersebut, Potongan rambut beliau itu diletakkan di atas matanya.

Ketika terjadi Fathul Makkah, dimana Nabi SAW bersama hampir seluruh kaum muslimin memasuki Makkah dengan penuh kemenangan atas kaum musyrikin, Suhail mengunci diri dalam rumahnya. Ia merasa tidak aman dari pembunuhan karena sikap permusuhannya terhadap Islam selama ini, karena itu ia menyuruh anaknya, Abdullah bin Suhail, menemui Nabi SAW untuk meminta perlindungan.

Ketika Abdullah bin Suhail menghadap Nabi SAW dan menyampaikan maksud bapaknya ini beliau bersabda, "Ya, ia aman dengan perlindungan dari Allah, maka hendaknya ia menampakkan dirinya."

Dan Nabi SAW berpaling pada kaum muslimin di sekeliling beliau dan bersabda, "Barang siapa bertemu dengan Suhail, janganlah ia memandangnya dengan pandangan amarah. Biarkan ia keluar, demi hidupku, sesungguhnya Suhail mempunyai kemuliaan dan kebijaksanaan, tidak mungkin orang seperti dia tidak tahu tentang Islam. Dan sungguh ia telah menyaksikan bahwa kuda yang ia pacu dengan cepat untuk melawan kaum muslimin tidak bermanfaat sama sekali!!"

Setelah Abdullah kembali dan melaporkan apa yang didengar dan dilihatnya, Suhail berkata, "Demi Allah, beliau adalah orang yang sangat baik, ketika masih muda ataupun setelah tua."

Namun pengakuannya ini belum membuatnya mantap mengikuti risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW.

Selagi Nabi SAW dan kaum muslimin masih berada di Makkah, kabilah-kabilah Arab yang tidak mau tunduk pada Nabi SAW dan merasa kuat, bersatu untuk memerangi kaum Muslimin. Mereka bermarkas di dekat Hunain, sepuluh mil lebih dari Arafah. Nabi SAW mengerahkan pasukan muslimin dan beberapa kabilah yang bersekutu, walaupun belum memeluk Islam, dan Suhail ikut serta dalam peperangan ini. Sekembalinya dari pertempuran, di daerah bernama Ji'ranah, Suhail menyatakan dirinya memeluk Islam, dan Nabi SAW memberikan bagian ghanimah perang Hunain.

Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab RA, ia bersama beberapa pembesar Quraisy yang telah memeluk Islam, di antaranya Abu Sufyan bin Harb dan Harits bin Hisyam akan menemui khalifah, tetapi tertahan di depan pintu rumah karena Umar belum mengijinkannya. Beberapa saat kemudian muncul Shuhaib, Bilal dan Ammar yang langsung diijinkan masuk oleh Umar.

Abu Sufyan dan beberapa lainnya terlihat marah melihat perlakuan Umar tersebut, tetapi Suhail berkata, "Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah melihat apa yang ada di wajah kalian. Sekiranya kalian ingin marah, marahlah pada diri kalian sendiri. Kita semua diseru kepada Islam, mereka bersegera menyambutnya, tetapi kalian terlambat. Sungguh keutamaan yang telah mereka peroleh dahulu lebih banyak yang terluput dari kalian, daripada sekedar keistimewaan pintu Umar yang kalian berlomba memasukinya." 

Menyadari kekurangannya ini, Suhail memutuskan meninggalkan tanah kelahirannya, Makkah Mukarramah, untuk bergabung dengan pasukan yang berjaga di garis depan di Syam. Ketika berangkat disertai Abu Said bin Fadhalah, salah seorang sahabat Nabi SAW, Suhail berkata, "Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Berdirinya seseorang di jalan Allah walau sesaat, lebih baik daripada amal sepanjang hidupnya.' Sungguh aku akan berjaga berjaga di garis depan dan tidak akan kembali lagi ke Makkah."

Suhail tetap berada di Syam bersama pasukan yang berjuang di sana, hingga akhirnya wafat karena wabah penyakit tha'un yang melanda kotaAmawas.